Notification

×

Iklan

Iklan

Opini : Euforia Raih WTP

Rabu, 18 Mei 2022 | Mei 18, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-05-26T13:30:57Z

        Redaksi Nuranirakyat.Com
   (Hery Sabaruddin,S.Ag,M.Ag)

Nuranirakyat.com-

Sebelumnya untuk diketahui, WTP adalah opini audit tertinggi dari BPK terkait pengelolaan anggaran di kementerian atau lembaga negara. Opini ini, diterbitkan jika laporan keuangan dianggap telah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan baik dan bebas dari salah saji material.

Sehingga wajar menjadi hal prinsip bagi pihak pihak terkait ,penerima opini WTP menjadi euforia.

Mengingat belakangan ini, ada fenomena baru di media massa, maupun media elektronik dan media online. 

Munculnya berbagai iklan ucapan selamat kepada perintah Provinsi,Kabupaten,Kota yang meraih penghargaan predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diperoleh dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI).

Predikat ini seolah-olah membanggakan dan harus diketahui masyarakat.

Kemungkinan bagi yang belum memahami kriteria pemberian opini, predikat itu bisa menjadi pencitraan positif, bahwa roda pemerintahan telah dikelola secara akuntabel bahkan bisa jadi terbebas dari korupsi.

Sejatinya pemberian opini merupakan bentuk apresiasi dari BPK, atas hasil pemeriksaan laporan keuangan.

Laporan keuangan yang disusun pemerintah daerah dsb., harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan BPK yang menjadi acuan mereka.

Sehingga apakah suatu pemerintahan, jika telah meraih opini WTP menunjukkan suatu jaminan bahwa pemerintahan sudah akuntabel, transparan dan terbebas dari praktik korupsi?.

Jika melihat dan mencermati perkara kasus suap jual beli status opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam laporan keuangan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) , Bupati  Bogor Ade Yasin yang diduga menyuap 4 auditor BPK perwakilan Jawa Barat demi mendapatkan status WTP dalam laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Bogor tahun anggaran 2021.

Setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 8 orang tersangka, termasuk Ade Yasin dalam perkara itu. 

KPK juga menyita uang dalam pecahan rupiah sebesar Rp. 1,024 miliar yang diduga untuk menyuap 4 auditor BPK.

Peristiwa dan kasus tersebut, membukakan mata kita semua. Bahwa meraih Opini WTP bagi sebuah pemerintahan baik pusat, maupun daerah. 

Tidaklah bisa menjadi parameter untuk bereuforia. Mengingat dan mengacu pada kasus Ade Yasin, opini WTP tidak bersifat absolut cenderung relatif. 

Lebih terlihat hanya sebuah pencitraan untuk menunjukkan, bahwa pengelolaan keuangan pemerintahan tersebut telah akuntabel dan bebas dari praktik korupsi.

Belajar dari kasus Ade Yasin, ternyata menunjukkan masih adanya kelemahan sistemik yang merupakan warisan dari masa lalu.

 Masih ternentuknya pola pikir  mencari jalan mudah yang praktis dan tidak perlu berlama lama, bersusah susah untuk mengelola keuangannya secara akuntabel, cukup dengan membeli. Opini dan pencitraan dengan mudah terbentuk, dengan meraih WTP. 

Sehingga belakangan ini, opini WTP masih menjadi perburuan baik dari pemerintah yang berada di pusat, maupun daerah.

Untuk mengelemenir hal tersebut, menjadi tugas kita bersama untuk mencegah praktik perburuan opini dengan menghalalkan segala cara.

Apalah manfaatnya, kalau pemberian opini WTP  hanya akan menjadi komoditas untuk pencitraan, gengsi, euforia yang merugikan masyarakat dan pemerintahan.

Harapan semua pihak,  juga patut disematkan kepada auditor tidak hanya harus memiliki kompetensi yang handal, tetapi juga harus beretika tinggi, dan menjunjung kejujuran. 

Sehingga indikator keberhasilan pengelolaan keuangan suatu pemerintahan benar benar akuntabel.(*)


×
Berita Terbaru Update